Minggu, 25 November 2012

GAHARU

Gaharu merupakan bahan berbentuk kayu yang mengandung resin atau dammar dan bila dibakar akan mengeluarkan aroma wangi yang khas. Komoditi ekspor ini mempunyai nilai jual yang tinggi baik di pasar nasional maupun internasional sehingga dapat membantu meningkatkan pendapatan masyarakat.


Aroma wangi atau harum dengan cara membakar secara sederhana banyak dilakukan oleh masyarakat Timur Tengah (seperti Saudi Arabia, UniEmirat Arab, Yaman, Oman) sebagai pengharum tubuh dan ruangan, sedangkan penggunaan yang lebih bervariasi banyak dilakukan di Cina, Korea, dan Jepang seperti bahan baku industry parfum, obat-obatan, kosmetika, dupa, dan pengawet berbagai jenis asesoris serta untuk keperluan kegiatan religi.

Pada mulanya pohon gaharu banyak dijumpai dalam hutan alam, namun perburuan gaharu yang tidak terkendali sejak tahun 1980-an sebagai akibat tingginya permintaan konsumen menyebabkan pohon gaharu di alam semakin langka. Untuk memenuhi permintaan konsumen yang masih tinggi tersebut, maka cara yang dapat dilakukan adalah dengan membudidayakannya atau menanam kembali baik di dalam hutan maupun di lahan-lahan milik masyarakat.

Budidaya gaharu telah mulai dilakukan sejak tahun 1990-an dan berkembang terus di wilayah Indonesia terutama oleh masyarakat di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Lombok. Sejak 5 tahun terakhir ini, masyarakat di Pulau Jawa mulai tertarik dan ramai-ramai menanam bibit pohon gaharu di lahan-lahan miliknya.

Budidaya pohon gaharu ini diharapkan semakin berkembang pesat agar dapat memproduksi gaharu dengan baik untuk memenuhi permintaan konsumen dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Usaha budidaya pohon gaharu ini merupakan salah satu investasi jangka menengah dengan hasil yang menjanjikan. Pohon gaharu dapat tumbuh baik pada lahan dataran rendah hingga perbukitan hingga mencapai ketinggian 800 meter diatas permukaan laut dengan kondisi tanah lembut liat berpasir (pH : 4,0 - 6,0).

Pola tanam pohon gaharu dapat dilakukan dengan pola monokultur (sejenis) dan polikultur (campuran). Penanaman pola monokultur dilakukan dalam lahan kosong dengan jarak 2 x 2 m, 2 x 3 m dan 3 x 3 m. Sedangkan penanaman pola polikultur dapat dilakukan bersama dengan tanaman keras lainnya seperti : coklat, karet, kopi, kelapasawit, sengon, atau ditanam dalam pekarangan/perladangan yang sudah ada kumpulan tanamannya (pengkayaan).


Untuk mendapatkan produk gaharu harus melalui proses pemanenan (rekayasa produksi), yaitu dengan teknik induksi jamur atau pathogen kedalam pohon gaharu. Teknik induksi atau inokulasi yang berkembang saat ini adalah teknik pengeboran dan penyuntikan. Gaharu akan terbentuk sebagai akibat dari proses fisiologis pohon yang bertahan hidup setelah diserang oleh jamur atau pathogen yang dimasukkan (induksi) kedalam jaringan kayu melalui akar, batang dan cabang pohon.


Pemanenan gaharu sebaiknya dilakukan minimal selama 3 tahun setelah proses induksi (inokulasi). Gaharu yang terbentuk dapat dibedakan dalam 3 kelas kualitas yaitu : gubal gaharu, kemedangan gaharu dan abu gaharu. Harga ketiga kelas kualitas tersebut berbeda-beda.

Untuk kelas gubal gaharu, harga tertinggi di pasaran dapat mencapai Rp. 60 juta per kilogram. Sedangkan harga kemedangan gaharu berkira antara Rp. 3 juta 20 juta per kilogram. Kayu gaharu dapat disuling menjadi minyak gaharu dengan harga berkisar antara Rp. 50 ribu 150 ribu per cc.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar